http://i771.photobucket.com/albums/xx357/cebol_01/Kursor.png Twitter Bird Gadget Read more: http://blogecahsantri.blogspot.com/2011/09/cara-menambah-burung-terbang-follow-me.html#ixzz1oBlIB1TV ♚ ☆ Keindahan Paris ☆ ♚

Kamis, 01 Maret 2012

Mencari Nilai Romantis Di Kota Paris


Setiap orang mendambakan keromantisan kota Paris. Saya pernah menonton film Hindustan di televisi yang berjudul ‘An Evening in Paris‘ terbitan tahun 1967 yang diperankan oleh Shammi Kapoor dan Sharmila Tagore. Melalui film itu, saya selalu bercita-cita untuk menikmati keindahan kota Paris. Tahun 2004 film Eiffel I’m in Love ‘yang diperankan oleh Samuel Rizal dan Shandy Aulia mengambil Eiffel Tower sebagai lokasi syuting dan membuat saya semakin bersemangat ke sana. Tapi benarkah kota Paris kota romantis? Ketika saya berjalan-jalan di Eiffel Tower saya tidak dapat merasakan situasi itu. Mungkin musim panas dengan suhu 23 derajat Celsius menyebabkan ‘mood’ romantis itu hilang. Atau pedagang asongan yang setiap kali menggangu saya dengan berbagai souvenir yang dibawa. Pedagang asongan ini terkadang menyapa saya dengan bahasa Melayu ‘beli .. beli .. murah .. murah .. ‘
Selain pedagang asongan, daerah disekitar Eiffel Tower juga agak kotor dengan sampah-sampah. Di musim panas sekitar Eiffel Tower dipenuhi dengan para turis dari seluruh dunia. Hanya pada waktu malam, 20.000 lampu Eiffel Tower akan berkedip (blinking) selama 5 menit pada setiap jam. Ketika inilah saya merasakan keindahan menara berusia lebih 120 tahun itu. Saya coba mencari fitur-fitur romantis kota Paris yang lain. Mungkin Eiffel Tower bukan tempatnya.
Saya naik Paris Metro Line 10 dan berhenti di stasiun Universitas Paris (Clunny-La Sorbonne) yang biasa orang panggil dengan nama La Sarbonne yang telah berdiri sejak 1257 dan antara yang tertua di Eropa. La Sorbonne inilah yang menjadi impian anak-anak Laskar Pelangi dalam buku karya Andrea Hirata. Meskipun tidak belajar di La Sorbonne, tetapi saya puas bisa melihatnya dari dekat. Saya dapat merasakan kenapa Andrea Hirata terlalu obses dengan La Sorbonne. Dari La Sorbonne saya berjalan kaki melalui jembatan yang merintangi Sungai Seine ke Notre Dame de Paris. Notre Dame juga tidak ‘romantis’ untuk saya. Bangunan tua itu tidak berbeda dengan gedung-gedung tua lain yang saya lihat di Praha, Budapest, Bucharest, Sofia dan Wina. Bahkan, gedung-gedung di Wina lebih cantik dan menarik dibandingkan Notre Dame.
Dari Notre Dame saya berjalan melalui deretan toko-toko souvenir menuju ke Musée du Louvre (Louvre Museum). Dihadapan museum ini terdapat sebuah piramida kaca yang siap dibangun pada tahun 1989. Sampai disana, saya lihat orang banyak antrian panjang untuk membeli tiket untuk masuk ke museum. Mungkin banyak yang mau melihat potret Monalisa yang dipamerkan di dalamnya. Museum Louvre juga menempatkan banyak koleksi dari dalam dan luar negeri. Saya tidak sanggup untuk antrian panjang hanya untuk melihat sekeping potret kaku didalamnya. Saya lebih rela melihat ‘Monalisa’ hidup yang banyak di sekitar air mancur di tepi piramida kaca dihadapan museum. Berbagai rupa ‘Monalisa’ dari seluruh dunia dapat diperhatikan dikawasan itu. Haha .. yang penting gratis.


Saya juga tidak menemukan keromantisan di Museum Louvre. Selain sesak dengan orang banyak, suasananya tidak seperti yang saya harapkan. Saya berjalan lagi melalui Jardin des Tuileries (Taman Tuileries) ke Place de la Concorde. Dari situ sudah terlihat Arc De Triompe Etollie. Lebih 3 km saya berjalan dan saya mendekati gerbang beton besar yang menjadi salah satu ikon utama kota Paris. Terlalu banyak kendaraan dan dan ketika saya melalui Avenue des Champs-Elysees sebagian jalan ditutup untuk acara Tour de France yaitu sebuah perlombaan sepeda paling prestise dunia. Avenue des Champs-Elysees adalah sebuah jalan utama yang dimulai dari Place de la Concorde ke Arch De Triompe dan sering menjadi tempat acara penting di kota Paris. Saya hanya melihat gedung-gedung tua di sepanjang jalan itu. Ketika berjalan menelusuri jalan itu juga saya menemukan patung Charles de Gaulle yaitu Presiden Perancis dari tahun 1959 sampai 1969. Nama beliau juga diabadikan sebagai nama bandara utama di Perancis yaitu Paris-Charles de Gaulle Airport.
Dari Arc de Triompe Etolie saya kembali ke Place de la Concorde dan kemudian membelok ke kanan melalui Avenue Winston Churchill menuju ke Les Invalides yang juga terletak Musee de LArmee yaitu sebuah museum militer Perancis. Disepanjang jalan ke Les Invalides ini saya menemukan Grand Palace, Petit Palace dan melintasi jembatan Pont Alexandre III. Keunikan Les Invalides adalah pada kubahnya yang berwarna emas dan dibawah kubah itulah terletak makam Napoleon Bonaparte seorang pahlawan ketika Revolusi Perancis pada 1804. Seharian berjalan dan terasa penat tapi saya masih tidak menemukan nilai romantis di kota Paris. Akhirnya saya ‘give up’ dan terus ke stasiun Metro Invalides untuk balik ke hotel. Saya akan mencoba mencari lagi esok …



Midnight In Paris




Woody Allen kembali lagi dengan film terbarunya di tahun 2011 yang bisa saya katakan film komedi romantis yang paling bagus yang saya tonton tahun ini. Film berjudul Midnight in Paris yang dibintangi banyak aktor papan atas Hollywood ini menyuguhkan cerita seorang pria yang tanpa disangka dirinya ternyata telah melakukan perjalanan lintas waktu. Ya, komedi, romantis, fantasi dan disutradarai serta ditulis oleh Woody Allen, tidak usah pikir panjang, film ini wajib anda tonton!

Gil Pender (Owen Wilson) adalah seorang penulis novel yang sedang berada di Paris bersama keluarga tunangannya, Inez (Rachel McAdams). Paris adalah kota yang diidam-idamkan Gil sebagai tempat tinggal barunya jika ia telah menikah dengan Inez, tapi sayang sang calon istri tidak sependapat dengan Gil. Nyatanya Inez malah asyik dengan sahabatnya Paul (Michael Sheen) yang charming dan paham betul akan seluk beluk kota Paris yang indah beserta kebudayaan dan sejarahnya. Disaat itulah Gil yang merasa tersisihkan mengalami kejadian unik.

Tanpa disengaja, tengah malam ketika Gil sedang berjalan di jalanan kota Paris, dirinya terbawa jauh ke masa lalu, dimana keindahan kota Paris benar-benar masih terlihat secara kasat mata. Disanalah Gil bertemu figur-figur penting yang berpengaruh seperti Ernest Hemingway (Corey Stoll), Scott Fitzgerald (Tom Hiddleston), Cole Porter (Yves Heck), Pablo Picasso (Marcial Di Fonzo Bo) hingga T.S. Eliot (David Lowe). Ya, dan di masa keemasan Paris tersebutlah Gil jatuh cinta kepada seorang wanita bernama Adriana (Marion Cotillard), tapi hal tersebut terlihat mustahil karena Gil dan Adriana hidup di dua dunia yang berbeda.

Romantis, lucu hangat dan tidak membosankan. Durasi 90 menit film ini benar-benar mewakilkan perasaan seorang penulis yang terobsesi dengan keindahan Paris yang ingin ia sandingkan dengan kehidupannya. Semua orang pasti punya impian, sedangkan impian Gil yang mengagumi Paris di tahun 20-an tidak begitu digubris oleh Inez. Tapi apakah itu ada hubungannya dengan perginya Gil ke masa lalu dan bertemu figur-figur penting yang tak langsung merubah hidupnya? Anda harus tonton sendiri jika ingin menemukan jawabannya.

Bagi saya Midnight in Paris bagaikan sebuah film “out-of-the-box” yang rasional dan tetap sejalan dengan tema romantis yang diusung Woody Allen sedari awal. Beruntung Gil diperankan oleh aktor yang kualitasnya tidak usah ditanyakan lagi, Owen Wilson berhasil merepresentasikan seorang karakter yang setengah percaya setengah tidak bahwa dirinya sudah mengarungi waktu dan bertemu dengan figur-figur favoritnya yang tidak lain mayoritas adalah para penulis kawakan.

Tapi dari situ juga, penonton serasa ditampar telak bahwa impian Gil bahwa paris di tahun 20-an adalah paris yang ingin dia datangi tidak sepenuhnya benar juga setelah bertemu dengan Adriana, seorang wanita yang sama-sama menginginkan era keemasaanya sendiri. Dengan kata lain, masa lalu selalu lebih indah ketika dibayangkan, tapi life must goes on, semua orang pasti akan merasakan masa keemasannya suatu saat nanti, dan hal tersebut tidak selalu harus terjadi di kota Paris tahun 20-an, hal tersebut bisa terjadi kapan saja, bahkan bisa saja tahun depan adalah era keemasan bagi seseorang.

Well, enough said, film ini benar-benar membuat saya terpaku sepanjang di depan monitor, selain pemandangan Paris di malam hari yang ditangkap dengan indahnya oleh Woody Allen, dialog-dialog antar karakternya bisa dibilang pintar, unik, dan menarik untuk diikuti. Unsur humornya pun tidak terlalu berlebihan, porsinya pas dan cocok di telinga kebanyakan orang. Coba saja anda saksikan perbincangan Gil dengan Salvador Dalí (Adrien Brody) sang pelukis surrealis dan Luis Buñuel (Adrien de Van) sang filmmaker handal di era 20-an. Konyol, kocak dan saya jamin bisa membuat anda tersenyum lebar.

Film ini pun ditutup dengan ending yang sebenarnya sudah bisa saya tebak tapi tetap indah dan memang harus seperti itu endingnya. Ya, life must goes on and love will find you somehow, bagi Gil, Paris adalah kota yang memberikan banyak inspirasi dan membuat dia sadar bahwa cinta sejati pasti akan selalu ada di ujung pencariannya. Sweet romantic mixed with some fantasy thought from Woody Allen, very recommended movie you must see this year, enjoy the Midnight in Paris guys!


Sabtu, 25 Februari 2012

Mari Melihat Keindahan Paris Dari Segala Sudut

Melihat Keindahan Paris dari Segala sudut manapun sungguh keren…semoga teman teman bisa kesini dengan pasangannya, sebab pasti akan terasa dunia milik anda berdua…. tapi ingat zona unik di paris juga yah….hehehehehehe amin amin amin
Add caption
Add caption
Add caption
Add caption
Add caption
Add caption
Add caption
Add caption
Add caption
Add caption
Add caption